Jumat, 04 Maret 2016

SAAT DUNIA MENGGURUI

Pembaca yang budiman, adakah di antara anda sekalian yang cekikikan ketika melihat foto di atas? Hehe ....

Kalau saya sendiri, awalnya tertawa juga. Tapi, lama-kelamaan kening pun justru malah berkernyit. Alis saling mendesak untuk beradu satu sama lain. Seluruh syaraf berlomba-lomba berlarian ke pusatnya, otak. Berpikir keras, lalu dapatlah kesimpulan. Maka barulah kuberi judul, "Dunia Semakin Mengajarkan Kemalasan."

Hei, apa hubungannya?!

Jangan emosi dulu, Saudara-saudara .... Kita akan telisik lebih dalam kenapa saya sampai simpulkan sedemikian.

Jadi begini ceritanya. Kebetulan jum'at pagi kemarin, saya bersantai-santai duduk di atas gubuk semacam pos ronda yang ada di belakang rumah. Sambil sedikit murojaah dan baca buku, eehh, tiba-tiba ada seorang kakek-kakek dan seorang berumur kepala empat datang menghampiri.

Pertama-tama kami hanya sekadar mengobrol biasa. Menanyakan sekolah, pekerjaan,dan sebagainya. Ketika mengangguk bertanda sudah kenal, sisanya hanya sebatas hiasan obrolan seputar kampung.

Tapi, tiba-tiba seorang bapak tadi menyebutkan bahwa kampung ini (tempat tinggal saya) dulunya adalah kampungnya ilmu. Nama kampung saya adalah Tanjung Barat. Menurut pernyataannya, disebut kampung ilmu sih karena banyak orang berbondong-bondong datang ke kampung ini untuk menuntut ilmu.

Tak pernah dibayangkan sebelumnya, bahwa ternyata orang tua kita dulu belajarnya sama seperti bagaimana para ulama salaf. Mereka rela bersafari dari tempat ke tempat, hanya sekadar mendapatkan ilmu (mengaji) setiap harinya. Dan yang tak kalah menariknya, gurunya sama sekali menolak bayaran. Bagi mereka, ilmu itu adalah karunia. Karunia kalau tidak berkah maka bisa jadi akan menyesatkan. Dengan alasan inilah mereka bermajlis.

Kakek-kakek yang tadi ikut angkat bicara. Beliau juga bercerita bagaimana dulu pernah sampai tidak diberi makan 3 hari oleh bapaknya jika sekali saja tidak mengaji. Kemudian melanjutkan pengalaman temannya yang sampai-sampai pernah di pukul kepalanya oleh bapaknya dengan gergaji. Menurut kesaksiannya, temannya iti sampai berdarah-darah.

Memang terlihat nampak bringas dan sangat dsskriminatif. Tapi, inilah pengajaran orang-orang terdahulu kita. Nilai agama adalah kepentingan di atas kepentingan. Belajar Al Quran adalah sumber kekuatan setiap muslim. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh bapak dari kakek itu, "Tong, mendingan kagak usah hidup dah kalo ngaji nggak bisa. Hidup itu milik Allah, bukan milik dunia! Kalo kagak kita kejar Allah, kita bakalan diuber-uber dunia!"

Ajiiib... seruku dalam hati. Hikmah itu didapat dari siapa saja. Saat itu, aku benar-benar telah angkuh. Aku juga benar-benar merasa sangat lemah. Baru sedikit halangan, lantas kemudian cepat sekali mengeluh. Saya ingin kelembutan, namun nyatanya itu hanyalah kesejukan  yang dari belaian angin keduniaan.

Dari sini, saya sendiri tak pernah menunjuk sesiapa. Tapi, memang nyatanya dunia telah mengajarkan generasi-generasi ini sebuah pelahjaran tentang "Kemalasan." Anehnya, kebanyakan muridnya senang dengan pelajaran ini. Na'udzubillah....

Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan-Nya. Menjadi pribadi kuat yang tak pernah terlena dengan singgasana mewah dunia. Aamiin..