Senin, 10 Agustus 2015

Tanyakan Pada Jiwa!

Selain dirinya, tak ada lagi yang mampu setia menunggu. Selain dirinya, tak ada yang lebih pasti menjemput. Selain dirinya, tak ada yang mampu lebih meyakinkan atas ketepatan janjinya. Cepat atau lambat, ia akan datang. Siap atau tidak, dia akan segera menghampiri. Dialah 'Kematian"

Jutaan jiwa terlahir ke ranah dunia ini untuk meniti kehidupan sandiwaranya. Begitupun jutaan lainnya yang harus pulang ke kehidupan sesungguhnya yang hakiki lagi abadi. Barangsiapa yang memainkan peran baik, maka ia beruntung. Dan barangsiapa yang memilih peran buruk, maka sungguh merugilah ia.

Masing-masing jiwa diberikan kebebasan memilih perannya. Ada yang memilih peran buruk, kemudian ia beralih ke peran baik. Dan adapula yang tadinya berperan baik, lalu terjerumus memilih peran buruk.

Dan tak jarang kita temui mereka yang bermain-main dengan peran sendiri. Bersenang-senang dengan kegelapan, dan kemudian berniat untuk kembali kepada cahaya di akhir hayat. Namun, siapa bisa menjamin itu semua?

Bagaimanakah kabar jiwa, jika kita tiba-tiba ajal menjemput? Apa dalam keadaan baik ataukah sakit? Sedangkan Allah sudah memperingati kita dengan firmannya:

و لن يأخر الله إذا جاء أجلها... ( سورة المنافقون)

Bunyi firman Allah di atas telah menjelaskan secara gamblang, bahwa ajal tidak akan bisa diundur atau ditunda.

Seharusnya kita tak perlu terlalu memikirkan agar kita diberi umur panjang. Karena belum tentu dengan umur panjang kita akan segera taubat dan memperbaiki diri. Bahkan ada seorang ulama salafus shalih yang menyatakan, bahwa jikalau manusia dimasukkan ke neraka, kemudian diberikan kesempatan hidup kembali di dunia, maka ia akan tetap membangkan dan tak mau mengambil pelajaran. Dan, apakah kita bisa menjamin jika umur dipanjangkan kemudian kita bertaubat dan berbuat perbaikan? Belum tentu.

Adapun hal yang lebih penting dipikirkan adalah bagaimana agar kita bisa lebih cepat sadar. Sadar bahwa kematian itu akan selalu mendekat. Sadar bahwa api neraka itu akan membakar manusia-manusia berdosa. Dan sadar bahwa murka Allah itu lebih pedih dan menakutkan. Sekarang, tanyakan jiwa kita. Siapkah ia dijemput?

Maka dari itu, marilah kita semua memuhasabah diri masing-masing. Mumpung kita masih diberikan hidup. Dan tak perlu ragu dan malu, karena Allah adalah Maha Pengampun. Allah mencintai orang-orang yang bertaubat, dan orang-orang yang membersihkan jiwanya.

إنما التوبة على الله للذين يعملون السوء بجهالة. ثم يتوبون من قريب. فألئك يتوب الله عليهم. وكان الله عليما حكيما¤ وليست التوبة للذين يعملون السوء بجهالة حتى إذا حضر أحدهم الموت قال إني تبت الآن ولا الذين يموتون وهم كفار. الئك أعتدنا لهم عذابا أليما¤

Jumat, 07 Agustus 2015

Kau Harta Terakhirku

Berlari. Kedua bocah itu berlari terbirit-birit seperti kesetanan. Tak peduli dengan kakinya yang bertelanjang. Juga tak mau peduli lagi merasakan bagaimana sakitnya tersandung batu atau benda keras lainnya di sepanjang jalan. Karena jika hanya sekadar luka, itu tidak akan terasa. Ada hal paling urgen yang mesti mereka pikirkan. Yaitu adalah kehidupan. Ya, nyawa mereka tengah dikejar oleh kematian.

"Awaaas ... ada ombak besaaaar!! Ayo lari, selamatkan diri masing-masing ...!"

Teriak seorang kakek tua yang membuat orang-orang sekeliling ikut panik, kemudian segera menyelamatkan diri mereka setelah melihat tsunami besar sedang menuju perumahan penduduk.

"Ali, ayo kita lari. Yang penting sekarang adalah keselamatan kita!" Ahmad, sahabat sejatinya menarik tangannya hendak membawanya ikut berlari menyelamatkan diri.

"Tidak, aku tidak mau. Orangtua dan adik-adikku harus selamat ...," jawab Ali yang bersikeras hendak pulang ke rumahnya.

"Ali, aku juga ingin menolong ibuku. Tapi, ada hal yang lebih penting dari ini semua. Jika kita kembali ke rumah, kita pun juga akan mati. Percuma! Ayo sekarang kita lari," tegas Ahmad meyakinkan langkah Ali.

Ali yang masih ragu, kemudian mengikuti langkah temannya itu. Kebetulan keduanya sedang berada di tempat yang agak jauh dari desanya yang dekat pantai.

Keduanya berlari sekencang mungkin. Karena air laut sudah sangat cepat mengejar mereka. Kecepatannya melebihi 40 km/jam. Jauh sekali bila dibanding dengan kecepatan berlari bocah seperti mereka.

Tapi syukur alhamdulillah, ternyata Allah masih memberikan kesempatan pada mereka untuk tetap hidup. Padahal, telat 15 detik saja maka mereka akan terbawa arus kencang itu. Tapi syukurlah, tepat saat itu mereka menemukan daerah dataran tinggi. Maka air laut itu pun tak mampu naik ke tempat mereka, dan tetap mengalir deras menuju dataran yang lebih rendah.

Pemandangan mengenaskan masih mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri. Bagaimana tanah kelahirannya yang diporak-porandakan. Bagaimana air laut melahap habis rumah-rumah, gedung, mobil, dan jutaan jiwa manusia lainnya. Dan yang paling menyedihkan adalah, bagaimana mereka harus kehilangan orang-orang yang mereka cintai.

"Kau kejam, Ahmad! Kau telah menyuruhku membunuh ayah dan ibuku beserta adik-adikku. Kau telah menghancurkan hidup mereka. Dan kau ... kau telah membuatku hidup sebatang kara sekarang ...." Ali mencekeram baju Ahmad cukup keras. Mendorongnya hingga Ahmad terjatuh ke tanah.

"Aku tidak bermaksud begitu, Ali. Aku hanya ingin memberikan jalan terbaik di saat-saat mencekam seperti itu," jawab Ahmad menjelaskan.

Kemudian Ali melepaskan cengkeramannya atas Ahmad, lalu menangis sejadi-jadinya. Keduanya terduduk di tanah dengan kaki meringkuk. Masih dalam keadaan panik, takut, dan mungkin akan menjadi trauma.

"Maafkan aku, Ali. Karena aku yakin bahwa mereka pun tak mungkin terselamatkan," ucap Ahmad pelan.

Keduanya saling pandang, kemudian berpelukan. Air mata mereka tak mampu tertahan. Mereka harus kehilangan semua yang mereka miliki.

"Lantas, apa alasanmu memilih untuk menyelamatkan diri dibanding menyelamatkan mereka, Ahmad?" Ali mulai bertanya.

"Karena aku juga tak mau kehilangan semuanya, Ali. Aku tahu, kita akan kehilangan orangtua, saudara, kerabat, tempat tinggal, dan yang lainnya. Kecil sekali kemungkinan mereka untuk bisa selamat. Dan, saat itu hanya ada kau di sisiku. Kau sahabatku."

Suasana berubah hening dan haru. Semilir angin menggugurkan dedahan yang sudah lemah termakan usia. Air mata Ali masih mengalir deras. Isak tangisnya membuat kedua hatinya semakin terasa sesak.

"Ali, ketahuilah, hanya kau seorang sisa harta yang kumiliki saat itu. Aku tak sanggup membayangkan kehilangan semuanya. Aku tak mau hidup dalam kesepian. Oleh karenanya, aku ingin kita sama-sama pergi menyelamatkan diri. Kalau kita selamat, kita bisa mengisi sisa hidup bersama. Bersama dalam jalan juang yang masih jauh di masa depan. Kau mengerti itu, Ali?"

Ahmad memeluk sahabatnya Ali lebih keras. Air matanya tak kalah deras mengalir seperti halnya Ali. Lalu ia menepuk-nepuk punggung Ali seraya berbisik syahdu, "Ali, mari kita isi sisa hidup ini dengan kebaikan. Mari sama-sama memikul tanggung jawab baru di dunia yang entah akan terasa lebih baik atau justru semakin kejam ini. Harapan orangtua dan saudara kita adalah diri kita sendiri. Siapa yang mampu mendoakan mereka di alam sana selain kita?"

"Aku berjanji, akan menjadi anak sholeh. Agar aku bisa terus mendoakan orangtuaku beserta seluruh orang-orang yang kucintai. Benarkah doa anak sholeh akan terus bersambung kepada mereka?" tanya Ali dengan mata yang memancarkan cahaya harapan baru.

"Kau benar, Ali. Itulah maksudku. Kita mungkin belum bisa menyelamatkan mereka dari bencana dunia. Tapi, semoga saat ini kita perbaiki kesalahan itu, dan mulai mencoba menyelamatkan mereka dari bencana akhirat sana in sya Allah," jawab Ahmad senang.

"Maafkan aku yang sudah ditenggelamkan oleh emosi. Semoga, persahabatan kita ini karena Allah. Agar semua menjadi ibadah, dan memperkuat iman dan takwa," ucap Ali.

Ahmad mengangguk terharu. Kemudian kelingking Ahmad dan Ali menyatu membentuk tali ikatan janji persahabatan mereka yang kokoh. Mereka berjanji, akan berusaha menjadi manusia baik demi menggapai kebaikan pula di kehidupan yang kekal nanti.

Tentang Rahmat Tuhan

Pada suatu waktu, datanglah seorang wanita muda ke hadapan Nabi Musa as Wanita itu rela bersafari sendirian walaupun harus menempuh perjalanan yang cukup jauh. Hal ini menandakan bahwa kepergiannya bukanlah sesuatu yang biasa.

Ketika berhadapan dengan orang yang dicari, ia pun merasa senang.

"Wahai, Utusan Allah. Aku adalah seorang wanita biasa. Aku datang dari negeri seberang, untuk meminta sesuatu padamu. Kuharap, kau sedia menolongku," kata wanita itu.

"Ada apa gerangan yang ingin kau mintai pertolongan, wahai hamba Allah?" Nabi Musa menjawab dengan ramah.

"Aku adalah seorang wanita yang tak memiliki anak. Kami sudah berkeluarga cukup lama, namun sampai saat ini tuhan belum juga menganugerahi kami seorang anak. Aku tahu, kau adalah manusi pilihan-Nya. Maka, aku mohon padamu agar kau membantuku berdoa pada Tuhanmu agar Dia menganugerahiku seorang anak. Siapa tahu doamu bisa dikabulkan," pintanya dengan mata berbinar penuh harap.

"Baiklah. In sya Allah, aku akan membantumu tuk mendoakan sebagaimana yang kau pinta," ucap lelaki itu.

Lalu, wanita itu pun pergi kembali, dan dia hendak meminta jawabannya esok hari dengan menemuinya kembali. Nabi pun mengiyakannya.

Ketika malam tiba, Nabi Musa tunduk memohon doa untuk wanita yang ditemuinya tadi. Namun, Allah belum menghendakinya.

Sungguh Allah mengabarinya tentang takdir wanita itu. Bahwa sesungguhnya Dia telah menuliskan takdir padanya menjadi seorang yang mandul. Dengan pasrah, Nabi Musa as. pun hanya tunduk menerima ketetapan terbaik-Nya.

Datanglah hari yang ditunggu. Tentunya, wanita itu hendak mendengar kabar baik yang akan disampaikan oleh Nabi Musa as. kepadanya. Namun sayang, harapan itu pupus seusai mendengar penjelasan darinya. Ia sedih dengan takdir yang harus ia terima itu.

Walaupun setelah itu wanita tersebut terus meminta Nabi Musa as. untuk kembali mendoakannya, tapi jawaban Allah tetap sama. Bahwa takdirnya adalah sebagai seorang wanita mandul.

Setelah tiga kali wanita itu meminta permohonan yang sedemikian itu. Akhirnya, dia pun mengurungkan niat untuk pulang dan tak akan kembali lagiIa kembali. Dengan perasaan sangat sedih, ia mencoba untuk tegar menerima takdirnya.

Berselang lama kemudian, Nabi Musa hendak bepergian ke suatu desa. Didapatinya wanita itu sedang mengendong seorang anak.

Nabi Musa pun menghampirinya dan bertanya, "Wahai hamba Allah, siapakah gerangan anak yang tengah kau gendong ini?"

"Ini adalah anakku," jawab wanita itu dengan wajah berseri penuh rasa bahagia. Nabi Musa yang mendengar kabar iytu sontak menjadi kaget. Bagaimana bisa wanita itu mampu melawan takdirnya?

Kemudian, ketika Nabi kembali ke rumah, ia balik bertanya kepada Allah perihal wanita itu.

"Wahai Sang Penguasa, bukankah engkau telah menakdirkannya sebagai wanita mandul? Dan mengapa kini ia telah memiliki anak?" tanyanya.

Lalu Allah pun menjawab, "Sungguh aku telah mengujinya. Wanita itu bersabar dan menerima takdirnya. Dia sama sekali tidak berputus asa, dan justru dia terus mengejar rahmat-Ku."

******

Sumber: Penggalan kajian Syeikh Nabiel Al 'Iwadhie

Masya Allah, potongan riwayat ini sangat menggugah jiwa kita. Tak jarang kita suuzon dan berputus asa ketika menerima takdir buruk yang menimpa. Namun, kita melupakan sesuatu. Bahwa Allah punya rencana baik yang tak pernah mampu kita duga.

Bisa jadi, apa yang telah menimpa kita adalah bentuk dari suatu ujian dari Allah. Supaya bisa melihat, mana di antara hambanya yang tak berputus asa dari rahmatNya.

Ketahuilah, bahwa rahmat Allah meliputi seluruh langit dan bumi beserta isinya. Dengan rahmatNya, seekor singa yang kelaparan tak akan pernah memakan anaknya. Dengan rahmatNya, seekor gajah pun tak akan pernah menginjak anaknya. Dan dengan rahmatNya, kita semua bisa merasakan indahnya kasih sayang.

Maka dari iti, jangan pernah berpilutus asa dari rajmat Allah. Karena ada banyak keajaiban yang telah disiapkan bagi setiap hamba-Nya yang tak putus asa dari mengharap rahmatNya.

Oleh: Rahmat Zubair

Klaten, 07082015

Kamis, 06 Agustus 2015

Ungkapan Paling Sederhana

وَأَلقَيتُ عَلَيكِ مَحََبَّتِي مِنَ اللّهِ ....

Itu saja cukup. Semoga Tuhan memepertemukanku denganmu.

~Teruntuk Kau yang Belum Kuketahui Siapa Dirimu~

Senin, 03 Agustus 2015

Bunga di Tepian Jalan

Kehentikan langkah sejenak. Setelah perjalanan hijrahku dari tempat jauh yang ingin kucoba lupakan. Tubuh terkulai lelah seiring sesaat senja menyapa tuk ke sekian ribu kalinya.

Aduhai, sungguh hati merasa iba saat hujan kian reda. Pada sisa-sisanya, kudengak jeritan mengajukan doa dan harap pada siapapun yang mau mendengar untuk mengasihinya.

Bunga di tepian jalan. Pada detik-detik penghujung hidupnya yang hampir berputus asa. Ia teriak, setelah lama kalah melawan suara hujan yang mengguyurnya.

Aku menyukainya. Nampaknya aku tertarik, dan mulai menyukainya. Ingin rasanya kubawa pergi bersama temani sisa perjalanan panjang yang membentang di depan sana.

Bunga, ikutlah denganku. Dan jadilah penghias hidupku. Sungguh aku benar-benar ingin menaruhmu pada kanvas hatiku. Agar kau kembali hidup, setelah kematian mengejarmu ...

Minggu, 02 Agustus 2015

Ustadz YM: Husnuzhon dan yakin aja sama Allah. Semua pasti dikasih jalannya!

Kemarin, tepat pada tanggal 02 Agustus 2015, pondok pesantren tempatku mengajar mengadakan sebuah acara yang cukup besar. Pertama, yaitu acara Persatuan Pondok Tahfizh Qur'an se-Jawa Tengah dan DIY.

Acara sudah dimulai sejak pukul delapan pagi. Beberapa utusan yang mewakili pondok pesantren mereka berdatangan ke pesantren kami. Peserta yang antusias mengikutinya cukup banyak. Setiap ponpes mengutus 2 orang. Dan yang telah mendaftar kehadiran sekitar 80 orang. Itu berarti ada sekitar 40 pesantren yang masing-masing mengirim perwakilannya.

Adapun tujuan dilaksanakannya acara ini karena Provinsi Jawa Tengah dan DIY ini ingin mengikat hubungan antar pesantren. Dengan memaparkan segala aspirasi masing-masing, mereka akan mengambil pelajaran bagaimana metode mendidik santri khususnya dalam program menghafal Alqur'an. Semoga saja, Indonesia benar-benar bisa memiliki pusat rujukan pendidikan terbaik baik bagi pandangan bangsa Indonesia sendiri, maupun dunia.

Adapun acara kedua yang diadakan yaitu halal bi halal. Seusai acara pertama tadi yang ditutup setelah sholat zuhur berjamaah, kami langsung menggelar acara kedua ini.

Ada yang membuat pengunjung umum maupun para wali santri yang berdatangan ke pondok. Yaitu dengan hadirnya di tengah kami seorang ustadz kondang yang sudah sangat kita kenal. Ustadz Yusuf Mansyur.

Kami, khususnya saya pribadi pun sangat menantikan saat beliau berdiri di atas podium untuk memberikan kami wejangan lezat. Dan benar, materi yang dibahaspun amat menarik hati sejak awal beliau menyampaikan.

Yaitu tentang keyakinan kepada Allah, serta husnuzhon billah yang perlu kita tanamkan dalam hati kita.

Beliau mengatakan, bahwa ada power sendiri dibalik itu semua. Jika setiap hamba bisa menerapkannya dalam kehidupan, maka ia akan mendapat hakikat kebahagiaan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

Adalah di antaranya mengenai doa. Perihal yang sangat tidak bisa atau tidak boleh dianggap remeh. Menjadi suatu keajaiban bagi seorang muslim. Mereka membisikkan doa di setiap sujud dengan penuh rasa penghambaan yang tulus. Mengharap penuh ridho dan rahmat pertolongannya.

"Kalau berdoa, yakinlah pada Allah bahwa doa itu akan dikabulkan oleh Allah. Karena sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan seorang doa dari seorang hamba yang benar-benar tulus mengharap rahmatNya. Selama dia terus berhusnuzhon kepada Allah dengan keyakinan yang mantap, tak meninggaljan sholat yang lima waktu tepat waktu dan atau berjamaah di masjid, kemudian tidak melakukan dosa besar, insya Allah semua keinginannya akan dengan mudah dikabulkan. Bahkan, bisa jadi ada bonus tak terduga yang akan diraihnya," begitu ucap Ustadz YM kepada para hadirin.

Aku sendiri bemar-benar sangat tersentuh dengan kalimat demi kalimat yang dipaparkannya. Selama ini, mungkin doa kita belum dikabulkan karena ulah kita sendiri yang belum sepenuhnya menyingkronkan apa yang kita minta dengan apa yang kita persembahkan untuk Allah. Betapa mungkin keyakinan kita masih rancu dan masih erlu dipertanyakan.

Ya Rabbil 'Izzah, sesungguhnya Engkau dekat dengan hambaMu. Namun hambaMu-lah yang justru semakin menjauh.

Maafkan kami yang lalai dariMu, meragukan kuasaMu, dan selalu melangkah menjauhiMu.

Sabtu, 01 Agustus 2015

Life Must Go On!

Tuhan, ampuni aku jika memang hati pernah menggores luka pada sebahagiannya. Pada yang tak pernah ingin kulepaskan pergi sendiri. Bersama darah dan nanah yang masih mengucur di sepanjang perjalanan hijrahnya.

Ya Tuhan, apakah aku sudah sejahat itu? Sungguh aku hanya tak kuasa mengingat kata itu. Kata yang membuatku kian merasa bersalah. Dan harus bersusah payah untuk bangkit meneruskan langkah.

Ya Tuhan .... Jika memang jalan takdir memisahkan, maka izinkan aku melihat kebahagiaan. Bahagia yang mampu menawarkan perih lukaku yang kuobati sendirian. Luka yang kusembunyikan saat diri menjadi salah, dan tidak bisa dipercaya.

Biarkan suatu saat air mata ini mengalir deras di tengah derasnya hujan. Air mata kebahagiaan, melihat persandingannya memulai bahtera kehidupan baru yang menyenangkan.

Sekarang, kuatkan aku tuk lanjutkan perjalanan di simpang keputusasaan. Berikan aku cahaya-Mu tuk menerangi sisa jalan juang ini yang masih teramat panjang. Tiada lagi sisa cahaya yang kupunya, kecuali jika Kau sendiri yang sedia meneranginya.

Klaten, 01082015