Bicara soal makna dari apa
yang disebut dengan kebenaran, maka kita bisa menyebut bahwa hal itu dengan sangat
‘mudah’ untuk digambarkan. Bisa jadi ‘benar’, bila ada segolongan yang
menyebutkan adanya ganjaran pahala yang besar pada hukum nikah mut’ah, atau
memenggal kepala setiap muslim Sunni. Begitupun tak jauh beda dengan lahirnya
pemikiran orang-orang ‘berpikiran luas’ yang beranggapan bahwa mengolok-olok
agama adalah sesuatu yang dibenarkan. Dan sebenarnya, semua itu sama saja
halnya dengan seseorang yang mengartikan istilah tuhan dengan yang tiga.
Bahkan, masih banyak lagi perihal ‘kebenaran’ yang digambarkan dengan warna dan
motif yang sedemikian rupa ragamnya. Mengatakan bahwa sesuatu itu adalah benar
sesuai dengan keyakinan yang mereka benarkan.
Islam sendiri sesungguhnya
sudah menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai ajarannya secara menyeluruh.
Kebenaran yang terkandung di dalamnya akan senantiasa diakui selama itu semua
merupakan buah dari Alqur’an dan Sunnah, pun kemudian tidak ada yang salah dan
atau melenceng dalam penafsirannya.
Maka dari sinilah muncul suatu
gagasan penting akan urgensi seorang muslim dalam peran meluruskan makna atau
nilai dari kebenaran itu sendiri. Dan asasnya adalah pada “sumber” dari mana
datangnya kebenaran itu. Karena sudah barang tentu, bahwa Islam tidak mungkin
akan mensejajarkan pendapatnya dengan pendapat-pendapat lain yang benar-benar sudah
kelewat batas dari garis lingkaran Alquran dan Sunnah.
Agar lebih teliti dalam
memaknai nilai kebenaran itu adalah dengan meninjau bagaimana cara mereka
bersudut pandang. Banyak sekali contoh yang disebutkan dari kedua sumber utama
tersebut. Kita ambil beberapa dari yang terangkum dalam Sunnah Rasulullah SAW.
sebagai berikut:
Pertama, yaitu sebuah riwayat tentang
seorang ibu yang membawa anaknya dalam gendongan untuk berjalan-jalan. Ketika
itu, melintas di depannya seseorang pemuda yang terlihat begitu shalih dengan berpakaian
putih bersih lagi rapih. Lantas sang ibu yang kagum pun mendoakan anaknya agar
ia bisa seperti orang shalih yang dilihatnya tadi. Namun, yang terjadi
benar-benar di luar dugaan. Saat itu juga anak itu langsung membantah dengan berkata,
“Ya, Tuhanku, jangan engkau jadikan aku seperti orang itu!”
Kemudian, di lain waktu
melintas kembali seorang penunggang kuda yang tengah dikejar oleh orang banyak.
Diduga bahwa dia adalah seorang penjahat. Dan benar, pada saat itu juga lelaki
itu pun dibunuh oleh warga setempat. Melihat kejaddian tersebut, seketika sang
ibu pun berdoa lagi untuk yang kedua kalinya agar anaknya terlindung dari golongan
orang-orang seperti lelaki yang dibunuh tadi. Namun, lagi-lagi sang anak
membantah dengan berucap, ”Ya, Tuhanku, jadikan aku seperti itu pemuda itu!”
Adapun contoh riwayat
selanjutnya, yaitu tentang sahabat Rasulullah SAW. dari golongan Anshar. Ini
terjadi ketika Nabi SAW. membagikan harta yang terkumpul kepada serombongan
golongan yang kala itu mereka memang baru memeluk Islam. Beliau SAW. bukan
hanya memberi sebahagiannya saja, tapi seluruhnya merata untuk rombongan itu.
Mereka pulang membawa unta dan banyak bekal berupa senjata dan makanan.
Kaum Anshar yang saat itu juga
sedang berkumpul menyaksikan dengan seksama bagaimana Rasulullah SAW.
membagikan harta tersebut. Kemudian ada beberapa di antaranya yang
berdesas-desus. “Nampaknya, Rasulullah mulai berpihak pada mereka,” kata salah
seorang dari mereka kepada seorang lainnya.
Rasulullah SAW. tahu apa yang
akan dipikirkan kaum Anshar saat itu. Maka dari itu, selepas rombongan yang
baru masuk Islam itu kembali ke kotanya, beliau mengumpulkan kaum Anshar
semuanya tanpa terkecuali. Sungguh beliau tahu betul apa yang seharusnya
seorang pemimpin tanggungjawabkan atas apa yang ia lakukan tersebut.
“Wahai, Kaum Anshar! Aku
hendak bertanya kepada kalian perihal sesuatu dari apa yang barusan kalian
saksikan. Manakah di antara kedua pilihan yang paling kalian sukai dan lebih dibanggakan.
Kalian pulang ke rumah dengan membawa harta perang berupa unta, senjata, dan
bekal lainnya itu, ataukah kalian pulang bersama Rasul kalian?”
Maka saat itu juga mereka
menangis haru dan tunduk. Ada sesal di hati mereka karena telah terdetik untuk
iri hati dengan keduniaan yang tiada arti itu. Sungguh, tak ada yang lebih mereka
sukai dan banggakan daripada kesempatan bisa pulang bersama manusia pilihan
pembawa kebenaran itu. Dan ini merupakan kemenangan sesungguhnya.
Kemudian adapun yangterakhir,
sebuah kisah menarik yang sudah cukup masyhur di kalangan kita. Yaitu tentang
Julaibib RA, sahabat Rasulullah yang memiliki paras dan postur tubuh yang jauh
dari menarik.
Suatu ketika, dia datang
kepada Rasulullah SAW. dan bertanya, ”Wahai, Rasulullah ... apakah orang
sepertiku pantas mendapatkan seorang istri yang layak (bersedia) menerimaku?”
Maka Rasulullah SAW. pun menjawab, “Tentu saja
wahai, Julaibib. Maka sekarang juga datanglah ke rumah fulan untuk melamar
putrinya atas perintahku!”
Mendengar perintah itu, Julaibib
pun langsung mendatangi rumah yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW. Setibanya
di rumah itu, sang tuan rumah sangat senang dengan kedatangannya dan menyambut
dengan baik. Awalnya, mereka mengira bahwa Rasulullah yang mengutus Julaibib
untuk menyampaikan kehendak Nabi untuk melamar putrinya. Tapi, setelah
mengetahui bahwa yang sebenarnya hendak melamar adalah pemuda itu, maka kedua
orangtuanya menolak.
Kecuali putri shalihahnya yang
langsung bersedia taat menuruti pesan Nabi untuk menikah dengan Julaibib.
Karena baginya, tak ada yang lebih baik untuk ditaati dan dipilih kecuali dari
apa yang telah diridhoi oleh seorang Rasulullah. Maka Julaibib pun akhirnya
menikah dengan putri shalihah itu.
Tibalah pada malam pertama
saat Julaibib hendak mempergaulinya, kemudian terdengar seruan berjihad.
Sehingga dengannya, membuat Julaibib menduakan kehendaknya untuk mempergauli
istrinya itu dan lebih mengutamakan panggilan jihad tersebut. Dia pun akhirnya
berangkat ke medan perang.
Hingga ketika perang usai,
Rasulullah memerintahkan para sahabat agar setiap orang mencari saudaranya yang
syahid. Maka ketika itu juga dikumpulkanlah mayat-mayat para syuhada. Karena
tidak adanya orang yang mengenal Julaibib, hingga tak ada seorangpun yang
membawa mayatnya untuk dikumpulkan.
Rasulullah SAW. terus
mencari-cari. Sahabat pun heran, siapa gerangan yang beliau cari. Ternyata,
ketika itu beliau menemukan mayat Julaibib. Lalu dengan penuh kasih saying ia
bawa tubuhnya, kemudia beliau juga yang membawanya masuk ke liang lahat. Maka
dikatakan di khalayak para sahabat yang menyaksikan, “Dia adalah saudaraku, dan
aku adalah saudaranya.”
Sungguh mencengangkan. Ketiga
riwayat ini membuat kita semua hampir tidak berdaya. Ilmu Allah dan Rasul-Nya
benar-benar di atas kemampuan akal kita. ada kebaikan di sebalik keburukan, da
nada keburukan di sebalik apa yang kita anggap itu baik.
Maka kita belajar sesuatu hal
yang begitu penting dari semua ini. Tidak semua yang kita pikir benar itu
selalu baik. Kebenaran mereka berfatwa adalah kebenaran yang bersumber dari apa
yang mereka yakini. Namun, kebenaran yang Islam pilih tentulah merupakan
sesuatu yang sudah Allah tetapkan di dalamnya terkandung begitu banyak
kebaikan.
Inilah cara yang perlu kita
pelajari akan bagaimana menilai sesuatu. Benar tidaknya atau baik buruknya
semua telah dijawab dalam Islam. Islam datang memberikan petunjuk lewat
pedoman-pedoman yang dimilikinya. Tinggal bagaimana cara kita agar bisa memilih
dan memanfaatkan petunjuk yang ada.
Sumber: Kitab Nuurulyaqiin,
Riyaadhus-shaalihiin.