Selasa, 15 Desember 2015

Bagaimana Cara Menilai Sesuatu?

Bicara soal makna dari apa yang disebut dengan kebenaran, maka kita bisa menyebut bahwa hal itu dengan sangat ‘mudah’ untuk digambarkan. Bisa jadi ‘benar’, bila ada segolongan yang menyebutkan adanya ganjaran pahala yang besar pada hukum nikah mut’ah, atau memenggal kepala setiap muslim Sunni. Begitupun tak jauh beda dengan lahirnya pemikiran orang-orang ‘berpikiran luas’ yang beranggapan bahwa mengolok-olok agama adalah sesuatu yang dibenarkan. Dan sebenarnya, semua itu sama saja halnya dengan seseorang yang mengartikan istilah tuhan dengan yang tiga. Bahkan, masih banyak lagi perihal ‘kebenaran’ yang digambarkan dengan warna dan motif yang sedemikian rupa ragamnya. Mengatakan bahwa sesuatu itu adalah benar sesuai dengan keyakinan yang mereka benarkan.
Islam sendiri sesungguhnya sudah menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai ajarannya secara menyeluruh. Kebenaran yang terkandung di dalamnya akan senantiasa diakui selama itu semua merupakan buah dari Alqur’an dan Sunnah, pun kemudian tidak ada yang salah dan atau melenceng dalam penafsirannya.
Maka dari sinilah muncul suatu gagasan penting akan urgensi seorang muslim dalam peran meluruskan makna atau nilai dari kebenaran itu sendiri. Dan asasnya adalah pada “sumber” dari mana datangnya kebenaran itu. Karena sudah barang tentu, bahwa Islam tidak mungkin akan mensejajarkan pendapatnya dengan pendapat-pendapat lain yang benar-benar sudah kelewat batas dari garis lingkaran Alquran dan Sunnah.  
Agar lebih teliti dalam memaknai nilai kebenaran itu adalah dengan meninjau bagaimana cara mereka bersudut pandang. Banyak sekali contoh yang disebutkan dari kedua sumber utama tersebut. Kita ambil beberapa dari yang terangkum dalam Sunnah Rasulullah SAW. sebagai berikut:
Pertama, yaitu sebuah riwayat tentang seorang ibu yang membawa anaknya dalam gendongan untuk berjalan-jalan. Ketika itu, melintas di depannya seseorang pemuda yang terlihat begitu shalih dengan berpakaian putih bersih lagi rapih. Lantas sang ibu yang kagum pun mendoakan anaknya agar ia bisa seperti orang shalih yang dilihatnya tadi. Namun, yang terjadi benar-benar di luar dugaan. Saat itu juga anak itu langsung membantah dengan berkata, “Ya, Tuhanku, jangan engkau jadikan aku seperti orang itu!”
Kemudian, di lain waktu melintas kembali seorang penunggang kuda yang tengah dikejar oleh orang banyak. Diduga bahwa dia adalah seorang penjahat. Dan benar, pada saat itu juga lelaki itu pun dibunuh oleh warga setempat. Melihat kejaddian tersebut, seketika sang ibu pun berdoa lagi untuk yang kedua kalinya agar anaknya terlindung dari golongan orang-orang seperti lelaki yang dibunuh tadi. Namun, lagi-lagi sang anak membantah dengan berucap, ”Ya, Tuhanku, jadikan aku seperti itu pemuda itu!”
Adapun contoh riwayat selanjutnya, yaitu tentang sahabat Rasulullah SAW. dari golongan Anshar. Ini terjadi ketika Nabi SAW. membagikan harta yang terkumpul kepada serombongan golongan yang kala itu mereka memang baru memeluk Islam. Beliau SAW. bukan hanya memberi sebahagiannya saja, tapi seluruhnya merata untuk rombongan itu. Mereka pulang membawa unta dan banyak bekal berupa senjata dan makanan.
Kaum Anshar yang saat itu juga sedang berkumpul menyaksikan dengan seksama bagaimana Rasulullah SAW. membagikan harta tersebut. Kemudian ada beberapa di antaranya yang berdesas-desus. “Nampaknya, Rasulullah mulai berpihak pada mereka,” kata salah seorang dari mereka kepada seorang lainnya.
Rasulullah SAW. tahu apa yang akan dipikirkan kaum Anshar saat itu. Maka dari itu, selepas rombongan yang baru masuk Islam itu kembali ke kotanya, beliau mengumpulkan kaum Anshar semuanya tanpa terkecuali. Sungguh beliau tahu betul apa yang seharusnya seorang pemimpin tanggungjawabkan atas apa yang ia lakukan tersebut.
“Wahai, Kaum Anshar! Aku hendak bertanya kepada kalian perihal sesuatu dari apa yang barusan kalian saksikan. Manakah di antara kedua pilihan yang paling kalian sukai dan lebih dibanggakan. Kalian pulang ke rumah dengan membawa harta perang berupa unta, senjata, dan bekal lainnya itu, ataukah kalian pulang bersama Rasul kalian?”
Maka saat itu juga mereka menangis haru dan tunduk. Ada sesal di hati mereka karena telah terdetik untuk iri hati dengan keduniaan yang tiada arti itu. Sungguh, tak ada yang lebih mereka sukai dan banggakan daripada kesempatan bisa pulang bersama manusia pilihan pembawa kebenaran itu. Dan ini merupakan kemenangan sesungguhnya.
Kemudian adapun yangterakhir, sebuah kisah menarik yang sudah cukup masyhur di kalangan kita. Yaitu tentang Julaibib RA, sahabat Rasulullah yang memiliki paras dan postur tubuh yang jauh dari menarik.
Suatu ketika, dia datang kepada Rasulullah SAW. dan bertanya, ”Wahai, Rasulullah ... apakah orang sepertiku pantas mendapatkan seorang istri yang layak (bersedia) menerimaku?”
Maka Rasulullah SAW. pun menjawab, “Tentu saja wahai, Julaibib. Maka sekarang juga datanglah ke rumah fulan untuk melamar putrinya atas perintahku!”
Mendengar perintah itu, Julaibib pun langsung mendatangi rumah yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW. Setibanya di rumah itu, sang tuan rumah sangat senang dengan kedatangannya dan menyambut dengan baik. Awalnya, mereka mengira bahwa Rasulullah yang mengutus Julaibib untuk menyampaikan kehendak Nabi untuk melamar putrinya. Tapi, setelah mengetahui bahwa yang sebenarnya hendak melamar adalah pemuda itu, maka kedua orangtuanya menolak.

Kecuali putri shalihahnya yang langsung bersedia taat menuruti pesan Nabi untuk menikah dengan Julaibib. Karena baginya, tak ada yang lebih baik untuk ditaati dan dipilih kecuali dari apa yang telah diridhoi oleh seorang Rasulullah. Maka Julaibib pun akhirnya menikah dengan putri shalihah itu.
Tibalah pada malam pertama saat Julaibib hendak mempergaulinya, kemudian terdengar seruan berjihad. Sehingga dengannya, membuat Julaibib menduakan kehendaknya untuk mempergauli istrinya itu dan lebih mengutamakan panggilan jihad tersebut. Dia pun akhirnya berangkat ke medan perang.
Hingga ketika perang usai, Rasulullah memerintahkan para sahabat agar setiap orang mencari saudaranya yang syahid. Maka ketika itu juga dikumpulkanlah mayat-mayat para syuhada. Karena tidak adanya orang yang mengenal Julaibib, hingga tak ada seorangpun yang membawa mayatnya untuk dikumpulkan.
Rasulullah SAW. terus mencari-cari. Sahabat pun heran, siapa gerangan yang beliau cari. Ternyata, ketika itu beliau menemukan mayat Julaibib. Lalu dengan penuh kasih saying ia bawa tubuhnya, kemudia beliau juga yang membawanya masuk ke liang lahat. Maka dikatakan di khalayak para sahabat yang menyaksikan, “Dia adalah saudaraku, dan aku adalah saudaranya.”
Sungguh mencengangkan. Ketiga riwayat ini membuat kita semua hampir tidak berdaya. Ilmu Allah dan Rasul-Nya benar-benar di atas kemampuan akal kita. ada kebaikan di sebalik keburukan, da nada keburukan di sebalik apa yang kita anggap itu baik.
Maka kita belajar sesuatu hal yang begitu penting dari semua ini. Tidak semua yang kita pikir benar itu selalu baik. Kebenaran mereka berfatwa adalah kebenaran yang bersumber dari apa yang mereka yakini. Namun, kebenaran yang Islam pilih tentulah merupakan sesuatu yang sudah Allah tetapkan di dalamnya terkandung begitu banyak kebaikan.
Inilah cara yang perlu kita pelajari akan bagaimana menilai sesuatu. Benar tidaknya atau baik buruknya semua telah dijawab dalam Islam. Islam datang memberikan petunjuk lewat pedoman-pedoman yang dimilikinya. Tinggal bagaimana cara kita agar bisa memilih dan memanfaatkan petunjuk yang ada.


Sumber: Kitab Nuurulyaqiin, Riyaadhus-shaalihiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar