Senin, 03 Oktober 2016

KASUS PERGAULAN ANAK: SALING MENGEJEK SESAMA

Ketika di rumah, kita sebagai orangtua perlu langsung memperhatikan dan mengawasi setiap tingkah dan polah sang buah hati. Baik itu dari perbuatan maupun lisan, sewaspada dan sedini mungkin harus kita awasi mulai dari hal terkecil apapun. Mengapa dari hal kecil perlu diperhatikan? Ini semua bertujuan agar si anak bisa terbentuk pola kehidupannya secara alami dari apa yang sudah menjadi kebiasaan mereka sejak dini. Yang jadi pertanyaan, apakah pola itu baik atau buruk? Itulah yang menjadi tugas kita.

Dari beberapa fenomena yang terjadi seputar pergaulan anak-anak, ada kasus yang paling sering terjadi di antara mereka. Apalagi kalau bukan saling ejek-mengejek antar sesama. Karena segala perbedaan di antara mereka sudah menjadi keniscayaan, maka jika belum mampu terbina dengan baik jiwanya, maka terjadilah sikap saling mengejek antar sesama.

Lalu siapa yang perlu disalahkan? Orangtuanya di rumah kah? Atau gurunya di sekolah? Atau tetangga? Masa kita harus menyalahkan pak RT juga? Hehe...

Salah satu yang bisa kita bagi di sini adalah dengan cara memberikan pengertian lebih kepada mereka akan akibat atas perbuatan tercela tersebut. Mari sejenak kita simak petikan sebuah riwayat singkat di bawah ini agar anak-anak bisa bisa sedikit-banyak mampu mengambil pelajaran darinya. Semoga ayah bunda bisa membantu untuk menjelaskannya kepada sang buah hati tercintanya.

Suatu kesempatan, dua sosok paling tersohor dan paling mulia di bumi sedang berkeliling sekitar pemukiman warga bangsa Arab. Dialah Al Amin, Rasulullah SAW dan karib sejatinya, Ash Shiddiq, Abu bakar RA.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba datanglah seorang lelaki dengan tubuh besar dan kekar, secara spontan mengajak Abu Bakar RA untuk bertengkar. Entah karena perkara apa, namun begitulah kehidupan ketika masih berada pada zaman kejahiliyahan yang berlumur kezhaliman masih melekat erat pada jiwa lelaki besar itu.

Menyaksikan pemandangan tak menyenangkan itu, Abu Bakar RA hanya diam tak menggubris sikap tak berguna semacam itu. Dia sabar, dan tak mau ikut campur mengurusi tantangan si lelaki besar itu. Menyaksikan hal itu, Rasulullah SAW kemudian menatap sahabatnya yang berpostur kurus itu, kemudian tersenyum lega. Terlihat raut wajah Rasululullah memancarkan cahaya kesenangan dalam dirinya.

Namun, ternyata sikap keras kepala orang jahiliyah itu tetap menguasainya. Ia tetap menantang dan bahkan semakin keras memperlakukan Abu Bakar RA. Ia mengejek, dan terus menghinakan sahabat Abu Bakar RA di depan Rasulullah SAW. Sesekali memukul beliau dengan pukulan cukup keras.

Hingga, sifat manusiawi seorang Ash Shidiq pun membuncah. Ia terlihat jengkel dan kesal, hingga akhirnya ia pun membalas apa yang dilakukan lelaki itu. Barulah ketika dipukulnya sekali saja, sang lelaki itu pun berhenti untuk menantangnya dan pergi.

Tapi, di saat yang sama, ternyata Rasulullah SAW sudah lebih jauh melangkah menjauhi Abu Bakar RA. Abu Bakar RA mengira bahwa Rasul telah marah kepadanya, hingga ia pun mengejar langkah kaki Rasulullah SAW sampai posisinya kembali sejajar lagi dengannya.

"Ya Rasulallah, mengapa engkau bangkit dan pergi menjauh dariku? Padahal, tadi kau sebelumnya tersenyum indah kepadaku," tanya Abu Bakar kepada orang yang paling dia kasihi itu.

"Aku tersenyum bahagia pertama kali saat itu, karena aku melihatmu diam dan bersabar ketika engkau disakiti dengan bermacam hinaan oleh orang. Maka di sana pulalah aku menyaksikan para malaikat turun ke bumi dengan saling memanjatkan doa. Pertama, doa agar membalikkan kehinaan kepada orang yang tadi telah menghinakanmu itu. Dan kemudian doa agar Rabbmu menurunkan limpahan rahmat-Nya yang belipat-lipat kepadamu. Namun, saat kau membalas orang itu, aku segera bangkit dan melangkah menjauh. Bukan karena ingin berpaling darimu, tapi saat itu aku benar benar menyaksikan para malaikat naik ke atas, dan para setan berkumpul mengelilingimu. Mana mungkin aku mau berdiri berdekatan dengan mereka -para setan?"

Inilah penggalan riwayat yang mungkin bisa membantu kita belajar untuk tidak saling mengejek. Sama saja, entah itu bercanda ataupun tidak. Lisan dan hati ini harus benar-benar di jaga.

Sebagai contoh lain, kita umpamakan dari dua orang anak yang belajar dan menghafalkan Alqur'an. Katakan si A memang memiliki kelebihan cepat menghafal. Dan sebaliknya, si B saaaangat lambat menghafal.

Tak ada yang berhak mengatakan dan memvonis si B bahwa dia adalah anak bodoh. Dia tak mampu. Dia tak punya potensi, dan sebagainya.

Kenapa? Karena sesungguhnya hanya Allah-lah dzat yang segala ilmu berada dalam kuasa-Nya. Bisa jadi, Allah senang dengan bacaan si anak yang sulit menghafal itu. Bisa jadi, Allah ketagihan mendengar ayat-ayat-Nya yang terlantun dari bibir si anak itu. Dan bisa jadi, Allah ingiiin sekali melihat si anak itu terus berusaha untuk menhafalkan ayat-Nya. Hatta mungkin seakan-akan Allah berkata, "Aku mencintai anak ini. Ia merasa sulit belajar dan menghafal kitab-Ku, tapi dengan kepayahan itu dia mau terus mengusahakannya. Maka kuturunkan bagi-Nya rahmatku. Terus-menerus. Tanpa henti."

Inilah secuil pelajaran yang bisa kami berikan. Terkhusus untuk para orangtua, (begitu pula kepada yang kelak akan menjadi orangtua.) Maka mari sama-sama pahamkan kepada anak-anak tentang perhiasan paling berharga bagi seorang muslim, yaitu akhlaqul kariimah. Akhlaq yang terpuji.

Jauhkan anak-anak kita dari sifat-sifat yang dimiliki setan. Sifat tercela yang membuat kemuliaan haqiqi seorang muslim jadi cacat. Termasuk sifat saling mengejek dan mencela sesama. Mari bersama perbaiki moral bangsa. Mari ikut andil dalam membangun peradaban emas. Peradaban kejayaan Islam. Sebagaimana yang sangat dirindu-rindukan oleh Rasul SAW dan para sahabatnya radhiyallahu anhum.

Wallahu A'lam bish showaab...

1 komentar:

  1. Tabarakallahu fiik..

    Aku senang di paragraf ini "Dan bisa jadi, Allah ingiiin sekali melihat si anak itu terus berusaha untuk menhafalkan ayat-Nya. Hatta mungkin seakan-akan Allah berkata, "Aku mencintai anak ini. Ia merasa sulit belajar dan menghafal kitab-Ku, tapi dengan kepayahan itu dia mau terus mengusahakannya. Maka kuturunkan bagi-Nya rahmatku. Terus-menerus. Tanpa henti."

    BalasHapus