Rabu, 08 Juni 2016

DIARY RAMADHAN SI ALIF (Eps. 3)

"Alhamdulillaaah ... akhirnya sampai juga kita," sergah Zulfan selaku pemimpin rombongan truk nomer 3 sesaat setelah moncong truk sudah masuk pintu gerbang. Ternyata hanya butuh waktu 15 menit untuk bisa sampai ke Masjid Agung Klaten ini.

Halaman masjid yang luas itu sudah berwarna-warni. Kegiatan tarhib kali ini padat dipenuhi simpatisan dari berbagai wilayah di sekitar Klaten. Mayoritas peserta adalah kalangan pelajar maupun santri. Alif dan teman-teman lainnya pun langsung mengambil tempat untuk berbaris bersama di rombongan pondok Ibnu Abbas.

Gema takbir menggetarkan tanah Klaten. Bukan hanya itu, mungkin dinding-dinding kekufuran di hati para musuh Islam pun nampaknya akan berguncang kala mendengar semangat menyambut kemenangan ini. Wajah-wajah mereka berseri. Terpancar pantulan sinar terang bulan sabit ramadhan yang sedang bangkit dari persembunyian.

Setelah mengelilingi titik-titik tertentu di daerah Klaten bagian kota, para peserta kembali ke Masjid Agung untuk beristirahat. Kebetulan, waktu adzan maghrib sudah menebuh gandang telinga masyarakat. Dan semua peserta bisa langsung pulang seusai shalat maghrib berjamaah untuk persiapan tarawih nanti. Mereka pun ikut kembali ke pondok secepat mungkin.

****

"Ustadz Rahmat, kira-kira siapa yang imam tarawih nanti, ya?" tanya Alif pada salah seorang pengampu tahfizhnya saat lima menit menjelang isya.

"Insya Allah nanti Ustadz Khoiri yang akan mengimami kita. Satu juz perhari," jawab ustadz.

"Satu juz, Tadz?" Alif masih tak percaya. Dia masih terheran karena tarawih tahun ini beda dengan yang lalu. Kalau dulu hanya setengah juz, sekarang satu juz perhari.

Ustadz Rahmat hanya membalas tanyanya dengan senyuman. Alif pun menunduk. Dipikirannya hanya terbayang saat nanti ustadz yang ada dihadapannya itu mendapat giliran menjadi imam. Waduh, bisa-bisa bengkak nih kakiku, gumamnya. Karena menurutnya dan sebagian besar santri sudah tahu, tempo bacaan ustadz Khoiri tidaklah selama ustadz Rahmat.

****

Jam 21.30 para santri baru boleh keluar dari masjid. Tarawih malam pertama ramadhan ini berlangsung selama kurang lebih satu jam lebih lima belas menit sejak pukul 19.15. Dan sisanya digunakan untuk tilawah mandiri di dalam masjid.

Ketika hendak tidur, Alif mengambil buku diary coklatnya. Seperti biasa, dia akan menulis setiap bangun tidur dan sebelum tidur. Dia pun mulai menulis.

"Besok, apa aku bisa melakukannya? Kata Ustadz Umar tadi, acara selama ramadhan ini akan padat. Pertama, halaqoh qur'an ba'da shubuh sampai jam 06.30 khusus untuk menambah setoran hafalan baru. Kemudian dilanjut kajian ramadhan dari jam 07.30 sampai 09.00. Setelah itu, halaqoh lagi dari jam 09.30 sampai 11.30 khusus untuk muroja'ah dan tilawah. Lalu masih ada sore ba'da ashar sampai jam 17.00 untuk tahsin dan murojaah hafalan.

Masalahnya, bukan pada jam-jamnya. Tapi pada targetnya! Selama 12 hari puasa ramadhan di pondok, kami harus mengejar target hafalan 2 juz dan tilawah 2 kali khatam. Apa itu tidak terlalu berat?"

Tak sadar, bulir-bulir bening jatuh dari pangkal mata Alif. Ia agak sedikit ragu pada kali ini. Mengingat kemampuan menghafal dia setiap harinya hanya sebatas lima baris. Itupun kadang-kadang kurang lancar. Dadanya berkabut, mengganggu pengelihatan pada mata hatinya. 

Kemudian penanya kembali bergerak.

"Junaidi, bagaimana menurutmu?"

bersambung ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar